Taman Nasional Dumoga Bone,Hutan Lindung dan Hak adat Budaya masyarakat Eks Swapraja Bolaang Mongondow

Menarik membahas tentang sejarah Tanah dan teritori masyarakat adat eks swapraja Bolaang Mongondow  dan bagaimana kebutuhan tanah bagi pribumi asli masyarakat adat Bolaang mongondow dengan adanya pertumbuhan jumlah penduduk bagi generasi selanjutnya,apakah masyakat pribumi asli Bolaang mongondow raya masih bisa mendapat tanah ataukah sebenarnya telah pupus harapan dengan ketetapan regulasi yang telah di kunci dengan batas wilayah Taman nasional Dumoga Bone dan hutan lindung lainya  di tengah persaingan penambahan dan ledakan jumlah penduduk pendatang transmigrasi dan penduduk pribumi..?

    (Taman Nasional Bogani Wartabone)                                    TNBW

BUTA TOTABUAN / Tanah Totabuan

Pribumi masyarakat adat Bolaang Mongondow Raya di huni oleh 4 etnis asli Mongondow,Kaidipang Besar,Bintauna dan Bolaang Uki, Dimasa sistem pemerintahan kerajaan kepemilikan tanah di jamin oleh pihak pemerintah kerajaan pada kasus kepemilikan tanah di wilayah kedatuan / Kerajaan Bolaang Mongondow kepemilikan tanah di koordinir oleh Sangadi (Kepala Desa) dan Porobis Buta' (Ketua panitia Tanah) masyarakat disetiap lipu (desa) bergotong royong (Mobakid) dalam pembukaan lahan lahan baru (Monalun). Pembukaan lahan baru biasanya diawali dengan ritual ritual (Mongamol Kon Buta) setelah di dapatkan lahan yang sesuai dan bisa untuk di jadikan lahan pertanian dan atau lahan pemukiman.

         (Peta wilayah Swapraja Gabungan                        Bolaang Mongondow)

RITUAL MONGAMOL KON BUTA (Ritual membuka lahan Baru)

Dalam sistem kepercayaan masyarakat adat Mongondow Mongamol Kon Buta adalah bagian dari ritual atau semacam permisi kepada para penghuni hutan belantara perawan (alam external) perawan yang akan di buka untuk kepentingan manusia,Oleh pengaruh Islam pembukaan hutan pertama kali dengan melihat kayu besar yang akan pertama kali di tebang biasanya akan di kumandangkan azan dan seluruh alat yang akan disiapkan untuk dikumpulkan di dekat tempat pemotongan kayu (Mogumpag). Setelah selesai ritual dilaksanakan pemotongan kayu dimulai dengan memilih kayu yang paling besar kemudian kayu yang berdekatan di potong dengan ditandai agar setelah pohon besar tumbang saat menghantam kayu yang sudah di tandai ikut serta tumbang dan lebih mempercepat proses pembukaan lahan (Morambangan). Titik kumpul dan tempat menginap dibuatkan barak yang besar.

SISTEM PEMBAGIAN LAHAN

setelah penebangan lahan sesuai dengan luas yang di inginkan kemudian mulai dilakukan pembagian lahan oleh ketua panitia (Porobis In Buta) bagi setiap masyarakat yang ikut serta dengan cara penunjukan atau di undi agar  memenuhi syarat keadilan (Mosilai Kotongkayon). Setelah lahan di bagi masing masing pemilik mulai membuat gubuk (Laig). Kemudian juga di buatkan akses jalan untuk mempermudah akses logistik dan hasil pertanian nantinya.

Sistem pertanian masyarakat adat Mongondow tidak mengenal sistem pertanian nomanden atau berpindah pindah tempat,namun setelah di buka di tanami kemudian jika dilakukan kembali pembukaan lahan ditempat baru  maka kepemilikan lahan yang lama di jamin oleh pihak pemerintah desa (Sangadi) dengan menerbitkan surat tanah Kaart.lahan lahan yang telah berproduksi juga di tetapkan pajak yang akan disetorkan kepada pihak pemerintah desa(Lipu),hasil dari setiap desa (Lipu) disetorkan kepada pihak kerajaan di istana komalig di Kotabangon.

Hutan belantara yang belum di buka adalah milik kerajaan masyarakat di perbolehkan mengambil kekayaan berupa kayu,rotan,emas,sarang burung,dll dengan atas sepengetahuan pemerintah desa/kerajaan dan jika emas yang di ambil maka wajib memberikan pajak pendapatan emas yang sebagian dari yang di dapatkan disetorkan ke pihak kerajaan.

Pembukaan lahan (Monalun) yang ada di Bolaang Mongondow raya tertata dengan baik oleh pemerintah kerajaan, sehingga semua masyarakat dimasa kerajaan semua memiliki lahan pertanian dan perkebunan.sampai dengan bergabungnya kerajaan Bolaang Mongondow ke NKRI pada tanggal 1 juli 1950 dan di masa Bupati Oen Mokodongan di tahun 1970an Budaya Monalun sebagai budaya asli etnik mongondow masih di lakukan atas persetujuan pemerintah daerah Bolaang mongondow.Pembukaan lahan lahan masyarakat mulai terhenti sejak Hutan Belantara Bolaang Mongondow mayoritas mulai di tetapkan sebagai Taman Nasional Bogani Wartabone dan hutan lindung yang mencakup sekitar 300.000 Ha mencakup sebagian wilayah gorontalo.

TAMAN NASIONAL BOGANI WARTABONE (TNBW).

               (GOOGLE MAPS TNBW)

Taman Nasional Dumoga Bone mulai didirikan pada tahun 1979,merupakan kerjasama oleh pemerintah Orde baru di jaman Presiden Soeharto dengan pihak Bank Dunia (WorldBank) daripadanya Indonesia mendapat pinjaman $ 60 Juta Dolar dengan perjanjian Multiyears,bersama dengan 2 taman nasional lainya di pulau sumatera yaitu Taman Nasional Leuser dan Kerinci. Dalam tahap penataan TNBW sekitar periode tahun 1970 - 1980 Sekitar 7000 imigran jawa,bali dan minahasa masuk ke lembah dumoga.di tahun sebelumnya periode tahun 1951 - 1952 melalui program B.R.N (Badan Rekonsiliasi Nasional) oleh pemerintah orde lama di datangkan sekitar 1000 imigran mendapat sekitar 800 Ha dari Minahasa merupakan mayoritas veteran eks pegawai belanda dan KNIL  dan bekas angkatan perang indonesia yang belum mendapat pekerjaan melaui skema bantuan pertanian,dimasa kepala daerah Bolaang Mongondow Anthon Cornelis manoppo.

Pihak world Bank melalui WWF (world wind fund for Nature) ditahun 1981 kemudian menyiapkan rencana pengelolaan dan secara resmi pemerintah indonesia menetapkan menjadi Taman Nasional Dumoga Bone di tahun 1982. Skema program irigasi Bendungan Kosingolan Toraot dan penetapan Taman nasional dan penegakan hukum memaksa sekitar ribuan petani penduduk pribumi Bolaang Mongondow terusir dari kawasan ini.


PRIBUMI KEHILANGAN HAK ADAT ISTIADAT DAN BUDAYANYA.

Monalun,Mongamol dan Morambangan adalah Budaya membuka lahan perkebunan dan pertanian asli milik Pribumi adat Bolaang mongondow untuk menambah kesejahteraan masyarakat yang terpaksa harus terhenti dengan berbagai macam produk aturan dan undang undang,Dalam sejarah dan dasar undang undang dan PP pembentukan Daerah Bolaang Mongondow No 23 dan 24 tahun 1954 melalui pasal 17 Bahwa barang bergerak tidak bergerak dan perusahaan milik swapraja baik berupa tanah diserahkan kepada pemerintah Daerah Bolaang Mongondow,agar dapat di gunakan demi kesejahteraan masyakat Pribumi Bolaang mongondow namun fakta yg terjadi masyarakat pribumi mulai mengalami krisis kepemilikan tanah di sisi lain imigran mendapat Hak tanah yang di fasilitasi oleh pemerintah tekanan ini membuat pribumi tak dapat lagi menikmati tanah milik leluhurnya sendiri.di sisi lain tanah tanah eks swapraja Bolaang mongondow mayoritas adalah tanah yang subur berupa lembah dan pegunungan yang kaya akan potensi sumberdaya alamnya. Pertumbuhan jumlah penduduk kedepan 20 sampai 50 tahun kedepan krisis lahan akan menjadi ancaman baru di tanah Totabuan Bolaang Mongondow Raya,Apakah mungkin dimasa yang akan datang Pribumi Bolaang Mongondow akan menguti jejak imigran Jawa Bali yang harus di kirim hidup keluar daerah lainya melalui Program Transmigrasi ataukah kelak suatu saat pemerintah baik daerah,Provinsi dan Pusat bisa memberikan tanah / Lahan baru bagi warga Pribumi Bolaang Mongondow layaknya Warga etnik Gorontalo yang mendapat sayatan tanah Enclave Pinogu yang berada di Tengah tengah taman nasional TNBW untuk bisa mendapat lahan untuk perkebunan dan pertanian sesuai dengan hak dan sejarah budaya....? Entahlah...!
     KAART TANAH KERAJAAN BOLAANG                           MONGONDOW


Sumber olahan :
- world bank group archives
- B.R.N Kementrian penerangan Republik Indonesia 1952.

Comments