Sejarah kerajaan Bolaang Mongondow (Boelang en Mogondo)

Bogani In Totabuan




BOLAANG MONGONDOU; KERAJAAN PALING PERKASA DI SULAWESI UTARA, "het machtigste rijk op Noord-Celebes"

Begitu cerita PROF. MR. J. C. KIELSTRA. dalam artikel " De Bewoners van Noord-Celebes" dalam buku: "De volken van Nederlandsch-Indië in monographieën" (1921).




Kerajaan Bolaang (Boelang En Mogondo) adalah kerajaan di Nusantara yang sudah lama berdiri jauh sebelum datangnya para penjajah baik dari portugis,spanyol ataupun belanda kerajaan Bolaang mongondow pemerintahanya bersekutu dengan kesultanan ternate di maluku. Kerajaan Bolaang,Kaidipang,bintauna,Bolaang itang bersekutu dengan kesultanan ternate.(Het journaal van Padtbrugge’s reis naar Noord- Celebes en de Noordereilanden (16 Aug.–23 Dec. 1677).


Peta wilayah kekuasaan kerajan abad ke 17


Kerajaan Bolaang Mongondow, yang sebelumnya dikenal dengan Kerajaan Bola'ang, adalah sebuah negara bagian yang menguasai sebagian besar wilayah Kabupaten Bola'ang-Mongondow saat ini di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia.

Kerajaan ini didirikan pada tahun 1670 M oleh seorang pangeran Mongondow Datu Loloda Mokoagow (meninggal tahun 1695). Dia adalah putra pemimpin terpenting Mongondow, Tadohe (1600-1670), duduk di Kotobangon di jantung dataran tinggi Mongondow, sementara pangeran itu mendirikan dirinya di pelabuhan pelabuhan Bola'ang dan berhasil menaklukkan banyak pantai utara. Dan pemukiman pedalaman dari kabupaten Minahasa di semenanjung Celebes bagian utara. Ketika dia menggantikan ayahnya pada tahun 1670, dia menyebut dirinya datu (raja) dan bukan gelar Mongondow tradisional punu (kepala suku). Ini menandai dimulainya Kerajaan Bola'ang.

Pada puncaknya, kerajaan tersebut meliput Bola'ang (desa Bola'ang sekarang), dataran tinggi Mongondow (kota Kotamobagu sekarang dan sekitarnya), Kotabunan (Kotabunan saat ini di Kabupaten Bola'ang Mongondow Timur), pelabuhan Mandolang (Sekarang Belang dari Kabupaten Minahasa Tenggara), tepi sungai Ranoyapo termasuk Tumpa'an, Tareran, Tanawangko, dan Tateli (sekarang Kabupaten Minahasa Selatan), [1] Umuda (kota Amurang sekarang), Manarow ( Pulau Manado-Tua sekarang), dan Wenang (kota Manado sekarang).

Namun, pada tanggal 21 September 1694, sebuah kesepakatan kontraktual antara kerajaan Bolaang Raja Jacobus Manoppo dan VOC untuk wilayah manado dan minahasa. Perbatasannya didirikan di sepanjang sungai Poigar sebagai perbatasan utara dan di sepanjang sungai Buyat sebagai daerah selatan. Perbatasannya membagi wilayah barat untuk Bola'ang dan wilayah timur bagi orang-orang Minahasa, setelah VOC di ambil alih kerajaan Belanda dan menyatukan federasi minahasan yang membuat kerajaan Bola'ang kehilangan semua wilayah dan wilayahnya di sisi timur perbatasan. Dengan demikian, hanya tersisa dataran tinggi Mongondow dan Kotabunan yang berdekatan sebagai wilayah Bola'ang, maka nama Kerajaan Bola'ang-Mongondow digunakan setelahnya.



Posisi Strategis Kerajaan Bolaang dan Pelabuhan Manado dalam Pengembangan jalur Pelayaran dan perdagangan di Asia Tenggara membuat VOC ingin menguasai sulawesi utara. Usaha dagang dan monopoli serta Politik pecah Belah (Devide et Impera) di jadikan senjata andalan untuk menguasai secara perlahan namun pasti.

Pada saat itu kerajaan Bolaang dan Minahasa adalah satu kesatuan kuat, Tonsawang,Pasaan,Ratahan,Povosakon dan somoit (Bantik) sebagai Panglima Tentara Kerajaan Bolaang Mongondow pada 1697.Valentijn F.(1666-1727) Oud En Nieuw Oost-Indien.

Karena Manado dipandang strategis bagi usaha perdagangan VOC maka mereka segera mendirikan benteng dari kayu. Tetapi pada 30 Desember 1656 VOC memutuskan untuk mengganti benteng kayu dengan beton. Agar pekerjaan dilaksanakan sehemat mungkin maka tenaga diusahakan dari Manado melalui raja Loloda Mokoagow, sedangkan bahan lain seperti besi dan kapur disiapkan oleh kompeni Belanda. Orang-0rang Minahasa yang datang dari pedalaman dibawah para pemimpin masyarakat (disebut Ukung) juga diminta Raja Loloda Mokoagow untuk mengerjakan benteng ini.

Pemimpin Kompeni yang baru yaitu Jan Baptista dalam melanjutkan pekerjaan benteng ini secara diam-diam mulai menyingkirkan peran Raja Loloda Mokoagow dengan cara melakukan pengaturan rahasia dengan para Ukung. Akibatnya Loloda Mokoagow menarik komitmennya untuk membantu pembangunan Benteng. Ia juga mengancam para Ukung dari Minahasa untuk tidak bekerja pada pembangunan ini. Raja Loloda Mokoagow merasa tersinggung karena dihina oleh kompeni meninggalkan Manado dan pindah menetap di Amurang. Pada 1655 ada sebuah benteng kayu, "Belanda Keteguhan," didirikan. Ini digantikan pada tahun 1673 oleh Stone Fort Amsterdam dan kemudian, pada tahun 1703, dikelilingi oleh dinding batas batu. Pemukiman VOC ini memiliki garnisun kecil. Pada tahun 1678 Gubernur Robert Padt Bruges menandatangani kontrak dengan kepala daerah sehingga seluruh Sulawesi Utara berada di bawah otoritas Belanda East India Company.( Robidé van der, ed. 1867. Het journaal van Padtbrugge’s reis naar Noord- Celebes en de Noordereilanden (16 Aug.–23 Dec. 1677). 

Raja dari Manado, Loloda Mokoagow, sudah semakin bertentangan dengan Belanda sejak 1656, ketika mereka membangun benteng dekat ibukota dan mulai merebut kekuasaannya di Minahasa. Setelah VOC pergi sejauh untuk menyimpulkan perjanjian dengan kepala walak Minahasa.dan menyingkirkan peran raja Loloda Mokoagow. (DAVID HENLEY KONINKLIJK INSTITUTE VOOR TAAL-, LAND- EN VOLKENKUNDE).

Ada sumber yang menyatakan" Pada pihak lain desakan dari Kompeni Belanda menyebabkan para pemimpin walak rakyat Minahasa melakukan pemutusan hubungan dibawah sumpah dengan Raja Loloda Mokoagow. Hal ini terjadi pada tahun 1668. Gubernur Ternate yang berkunjung ke Manado tahun itu juga mengundang Loloda Mokoagow dari Amurang ke Manado guna berunding dengan para Ukung. Niat baik Loloda Mokoagow saat memenuhi undangan tersebut ternyata ditolak pemimpin Kompeni di Manado bersama para pemimpin rakyat Minahasa dengan alasan bahwa mereka telah melakukan pemutusan hubungan dengan Raja Loloda Mokoagow. Devide et impera perlahan namun pasti mulai melemahkan kerajaan Bolaang.


VOC mulai memainkan peranya ketika Raja loloda meninggal pada tahun 1694. Sebenarnya raja Loloda Mokoagow telah mempersiapkan seorang anaknya yang bernama Makalungsenge untuk menggantikannya. Ternyata niat itu dilangkahi oleh Kompeni Belanda sebab mereka mendesak untuk menetapkan Jacobus Manoppo sebagai raja Bolaang menggantikannya. Jacobus Manoppo adalah anak Loloda Mokoagow dengan seorang selir bernama Malo putri kapugu (pemimpin) bantik. Jacobus Manoppo tidak dibesarkan di istana Raja di Amurang tetapi ia tinggal di Manado sebab dibawah oleh Kompeni. Hal ini ternyata mengandung maksud tertentu yaitu mempersiapkan Jacobus Manoppo menggantikan ayahnya sebagai Raja Bolaang. Pimpinan Kompeni di Manado Pieter Alsteyn dan Stepanus Thierry setelah melantik Raja Manoppo di pengaruhi untuk membuat kontrak perjanjian.untuk mengatur wilayah kekuasan,wilayah minahasa diatur sepenuhnya oleh VOC dan kerajaan Bolaang di atur sepenuhnya oleh Raja Jacobus Manoppo dan di dukung penuh pemerintah Hindia Belanda.

Corpus Dipolmaticum Neerlando-Indicum


Verzameling van Politieke Contracten en Verdere Verdragen Door de Nederlanders in Het Oosten Gesloten, van Privilegebrievan Aan Hen Verleend, Enz, 1726-1752

Koleksi Kontrak Politik dan Perjanjian lain oleh Belanda di Tertutup Timur dari Privilegebrievan Untuk Mereka Memang, dll, 1726-1752

1.DCCLXXXI. MOLUKKEN" BOLAANG. (MDCCLXXVI. Maluku "Bolaang.)

- Raja Bolaang tidak akan menuntut upeti lagi dari walak-walak tertentu di Minahasa (dalam hal ini Pasan, Ratahan, Ponosakan dan Tonsawang)

sungai Poigar ditentukan sebagai tanda batas antara Bolaang dan Minahasa (batas itu membentang dari Poigar - Pontak sampai Buyat)

- Para Ukung di Manado (termasuk Minahasa) tidak dibenarkan mengadakan tindakan apapun yang dapat merugikan kepentingan Bolaang

-Raja Bolaang tidak akan menuntut upeti lagi dari walak-walak tertentu di Minahasa (dalam hal ini Pasan, Ratahan, Ponosakan dan Tonsawang)- Sungai Poigar ditentukan sebagai tanda batas antara Bolaang dan Minahasa (batas itu membentang dari Poigar - Pontak sampai Buyat)-Para Ukung di Manado (termasuk Minahasa) tidak dibenarkan mengadakan tindakan apapun yang dapat merugikan kepentingan Bolaang.


Agaknya akibat dari penanda tanganan perjanjian ini menyebabkan raja jacobus Manoppo harus meninggalkan Amurang dan memilih desa Bolaang sebagai pusat kerajaan.

Setelah Raja Jacobus manoppo meninggal dan di gantikan Raja Salomon Manoppo di minahasa mulai banyak terjadi kekacauan akibat dari tindakan pemerintah hindia belanda dalam memonopoli perdagangan di minahasa pemberontakan para walak dan kacaunya sistem di minahasa tak dapat terelakan.

Tahun 1708 di Manado terjadi bentrok antara orang-orang dari negeri Tolour dan dari Totemboan khususnya Sonder. Pimpinan orang Kakas di Manado menjadi korban meninggal. Akibatnya pemimpin-pemimpin Tolour memberi pelajaran kepada orang-orang Sonder sehingga banyak jatuh korban meninggal dunia. Karena rasa takut atas peristiwa tersebut maka banyak orang Sonder meninggalkan kampung halamannya dan menuju ke daerah Selatan Minahasa sampai ke wilayah kerajaan Bolaang

Raja Salomon Manoppo yang melihat kekacawan di Minahasa melihat hal ini sebagai suatu kesempatan untuk melancarkan kembali tutntutan yang pernah disampaikan kepada Kompeni di Manado tahun 1704 untuk mengembalikan Minahasa kedalam wilayah kekuasaanya. Tuntutan itu disampaikan atas dasar hak waris. 

Para pengungsi dari Minahasa disambut dengan tangan terbuka oleh Salomon Manoppo. Merekapun diberi pemukiman baru baru bahkan dilengkapi dengan makanan yang cukup. Karena perbuatan itu tersiarlah isu bahwa para pengungsi hendak menjadikan Salomon Manoppo sebagai raja Minahasa. Pada tanggal 12 April 1708 Kompeni di Manado mengirimkan peringatan kepada Salomon Manoppo sekaligus meminta supaya para pengungsi Minahasa dikembalikan ke tempat asalnya.

Namun sekalipun dengan ancaman, pemulangan pengungsi itu tidak berhasil sebab pengungsi itu sendiri tidak bersedia lagi kembali kekampung halamannya semula.

Mengalirnya penduduk Minahasa ke wilayah kekuasaan raja Bolaang memang beralasan. Terutama sejak tahun 1730 ketika raja Yakobus Manoppo meninggal dan digantikan Salomon Manoppo yang bersimpati kepada para pengungsi, perpindahan pendudukan Minahasa ke Bolaang makin besar jumlahnya. Tahun 1733 Salomon Manoppo melakukan kunjungan ke Manado. Kunjungan itu dijadikan kesempatan untuk menahannya dan oleh kompeni di Manado disampaikan alasan pembangkangan terhadap Kompeni.

Kompeni mengeluarkan laporan palsu bahwa raja Salomon Manoppo merusak tanda-tanda perbatasan yang menjadi persetujuan terdahulu.Raja salomon manoppo beberapa kali menempuh jalur diplomasi dengan mengirimkan surat kepada Kerajaan Belanda untuk mengembalikan wilayah manado dan minahasa kepada Kerajaan Bolaang seperti dahulu, tetapi di tolak karena kepentingan strategis VOC akan sulawesi utara bahkan Raja Salomon Manoppo di tangkap, dibawah ke Batavia (Jakarta) dan kemudian dibuang di Capetown Tanjung Harapan di Afrika bagian Selatan.


Surat Diplomatik


Sept. 26, 1754 
Source: Ternat
Destination: Batavia

Language: Arabic Malay (original) Dutch

file 3571 folio 79-81
sumber :Arsip Nasional Republik Indonesia 



Atas perbuatan itu kompeni menghadapi perlawanan rakyat Bolaang Mongondow di bawah pimpinan Sahada Yambat dan Salman Makalalag menggerakan kekuatan rakyat serta menuntut agar mengembalikan Raja Salomon manoppo dari pengungsian di CapeTown Afrika selatan.

Karena begitu hebatnya perlawanan dan tuntutan rakyat maka pihak kompeni Belanda tidak dapat berbuat lain kecuali bersedia dan berjanji untuk segera mengembalikan raja Salomon Manoppo. Pada akhir tahun 1754 Salomon Manoppo tiba kembali di Batavia.sesua data laporan VOC."(The Koningje dari Boelang dan Magondo kembali UYT yang bannissement dari Cape untuk mengirim ke Ternate, dan untuk mengembalikan Kerajaan-Nya, 10 Desember 1754.")

sumber : Arsip VOC.Arsip Nasional Republik Indonesia file :1016 folio1114-11120.

Permulaan tahun 1755 melalui Ternate raja Salomon Manoppo berada kembali ditengah rakyatnya dengan segala kebesaran dan sanjungan menurut adat,namun pemerintah Hindia Belanda tetap mengajukan kembali kesepakatan awal sesuai kontrak perjanjian semula agar tidak banyak terjadi kekacauan,Ratifikasi kontrak kembali di buat dengan menyepakati agar tidak ada lagi pengungsian minahasa ke kerajaan Bolang,Poigar pontak dan buyat adalah batas yang tidak boleh di lewati Rakyat minahasa dilarang memasuki wilayah kerajaan bolaang kecuali atas persetujuan pemerintah hindia belanda begitupun sebaliknya..akhirnya kerajaan Bolaang dan Minahasa Berpisah untuk selama lamanya meskipun Harapan Raja Salomon manoppo dan para walak Minahasa untuk kembali menyatu seperti dahulu kala harus kandas atas kepentingan hegemoni Belanda yang tak terbantahkan di semenanjung utara pulau sulawesi.

Tetapi ternyata perjanjian yang dibuat tanggal 15 Maret 1756 ini tidak ditaati. Hal itu terjadi pada saat pemberontakan orang-orang Bantik akibat ditangkapnya pemimpin mereka yang bernama Mandagi pada tahun 1764. Pengungsian kembali terjadi pada tahun tersebut. Sejak saat itu Bolaang Mongondow ketambahan dua Kampung baru yaitu Mariri dan Poopo. Sedangkan dalam pelarian orang Minahasa sebelumnya telah memunculkan pemukiman baru dengan nama Poopo Nonapan yang terletak ditepi sungai Nonapan. Akibat seringnya terjadi banjir maka pemukiman di Poopo Nonapan berpindah ke arah Timur yang saat ini adalah desa Nanasi. Pada pihak lain juga muncul desa Bantik di dekat Mariri.

Kronik sejarah kerajaan Bolaang adalah bagian penting sejarah sulawesi utara

Tak ada yang perlu di salahkan atas sejarah masa lalu dan tak ada yang perlu di sesali atas situasi hari ini semuanya cukup menjadi khasanah budaya dan sejarah masa lalu cukuplah spirit satu kesatuan yang kuat menjadikan ruh semangat persatuan dan kesatuan bangsa sehingga makna Torang samua Ba sudara Tentu harus di jaga dan sungguh benar adanya..
Belajar dari sejarah perjalanan bangsa-bangsa lain, maka bisa dipastikan tidak ada bangsa yang besar yang tidak berpijak dari sejarah bangsanya sendiri. 

Memang, tidak dapat dipungkiri umat manusia terdiri dari beragam suku, ras, bahasa, dan juga agama, baik itu secara esensial maupun aksidental.Tetapi bukan ini yang menjadi persoalan dalam multikulturalisme.Fokus utama multikulturalisme adalah bagaimana kita memandang keberagaman yang faktual itu? Apakah kita menerimanya secara positif atau secara negatif? Apakah kita memandangnya sebagai mosaik keindahan untuk saling berbagi atau sebagai hasrat untuk saling menguasai? 

Di RRT sekalipun, bangsa Tingkok tersebut mampu menempatkan sejarah bangsanya secara positif, dan semua pemikiran sejak pemikiran Konfisius, pemikiran Dr Sun Yat Seng, Pemikiran Mao Tse Tung, Deng Xiaoping. Semua ditempatkan dalam perspektif positif sebagai alur benang sejarah yang menjadi fundamental kemajuan suatu daerah.sejarah masa lalu harusnya menjadi pengalaman berharga sehingga konsep Provinsi BMR jelas dan hebat demi masa depan Bolaang Mongondow Raya.semoga!

sumber.


-Het journaal van Padtbrugge’s reis naar Noord- Celebes en de Noordereilanden (16 Aug.–23 Dec. 1677).

- Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indië 14: 105–340.

- Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde 78: 215–247. ———. 1939

- in verband met den Goron- taleeschen staatsbouw. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volken- kunde 79: 23–72.

-Heeres, J. E., and F. W. Stapel, eds. 1907–1955. Corpus Diplomaticum Neer- lando-Indicum, 6 vols. ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

-De Katholieke missie in noord celebes en de sangi eilanden 1563-1605
- Valentijn F.(1666-1727) Oud En Nieuw Oost-Indien
-Raja dan Perjanjian.David Henley and Ian Caldwell
-Sejarah GMIBM.gmibm.weebly.com
-Sejarah Kesultanan Ternate. Wikipedia.
-Het sultanaat Ternate en de Republiek, 1599-1621. Dr Chris de Jong.
-Arsip Nasional Republik Indonesia.


Comments