Sejarah Imigran Suku Minahasa Di Kerajaan Bolaang Mongondow abad ke 17,18,19 dan 20

Sejarah Pengungsian suku suku Minahasa di Bolaang Mongondo.


Negri Somoit dan Bantik 

Di sebelah timur, kira-kira 1 KM dari Bolaang, di pemukiman dengan nama Somoit. Desa ini memiliki 28 rumah yang berdiri di kedua sisi jalan yang lebar,Penduduknya adalah Bantik, seperti Bolaang-Mongondou
, Bantik berada di bawah pemerintahan Raja.  Menurut cerita Nenek moyang mereka berasal dari manado sekitar abad ke 17 bersama Raja Loloda Mokoagow kemudian berpindah ke Bolaang.Akan tetapi, cerita ini bertentangan dengan tradisi di Minahasa, yang mengatakan bahwa Bantik melarikan diri ke barat setelah kematian pangeran mereka di Maaron dekat Kema. Kisah sebaliknya juga mengatakan bahwa di tahun 1689 saat Raja Loloda Mokaogow turun tahta,Raja Loloda memerintahkan kepada para Bantik untuk kembali ke manado,Para Bantikers ini mengikuti perintah Raja dan sempat kembali kemanado untuk menuntut wilayah mereka,namun tak lama mereka kembali ke Bolaang.  Jumlah jiwa para Bantikers di Soemojit jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sukunya di Manado.  Sulit untuk memutuskan mana dari dua tradisi yang dikomunikasikan sekarang yang benar, karena asal-usul Bantiker sepenuhnya tidak diketahui.Kerabat Bantik di Manado mereka memiliki satu bahasa,kebiasaan dan adat yang sama.  Fakta bahwa hampir separuh dari mereka telah memeluk Islam terutama karena perkawinan campuran mereka dengan Bolaang.  Mereka juga sudah mengadopsi pakaian dari orang Bolaang.  Mereka menanam milu (gandum Turki), kakao, sedikit tembakau, dan membuat tikar. Beternak Ayam, babi, kambing dan kerbau dipelihara oleh mereka, untuk digunakan sendiri dan juga untuk dijual di Bolaang atau Mongondou.  Aktivitas mereka hampir sama dengan orang Bolaang. 

28 Juni 1867 Hari ini kami mengunjungi para imigran dari Minahasa.  Ini adalah Alifuru dari Minahasa, yang pertama kali datang bersama Raja Loloda Mokoagow di abad 17 dan datang lebih banyak lagi pada abad ke 18 di masa Raja Salomon manopo.  Penyebab penyimpangan masyarakat minahasa karena mereka tidak puas dengan kepemimpinan kepala mereka di minahasa sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan negara mereka dan mencari ketenangan dan perdamaian di Bolaang,Sebagian besar imigran ini berasal dari  Tombariri dan Sonder, beberapa dari Langowan dan Kawangkoan.  Di pantai Bolaang mereka mendiami tiga negeri, dua di antaranya diberi nama "Mariri" mereka berasal dari Tombariri, sedangkan negeri yang ketiga disebut "Nanassi".  Selama bertahun tahun Mereka di bawah kendali pemimpin mereka di Minahasa namun sekarang mereka dianggap sebagai rakyat Raja Bolaang Mongondou, mereka juga  membayar pajak/upeti tahunan di samping tuan-tuan tertentu.Hidup di tengah-tengah Bolaang, jauh dari sanak keluarga mereka, tetap mempertahankan adat istiadat dan adat istiadat lama, tetap menganut agama nenek moyang dan berbicara bahasa Minahasa.Selain pengungsi dari masa lalu ini, beberapa keluarga dari distrik Tompasso juga banyak yang telah melarikan diri dalam beberapa tahun terakhir ke Bolaang mongondo.  Mereka menetap di dua negri, satu di Mongondou di Popo, yang lainnya di pantai antara Mariri dan Nanassi di Nonapan. 

Jumlah semua imigran minahasa yang ada di Bolaang Mongondou berjumlah sekitar 700 & 800 jiwa.Kami akan mengunjungi mereka dengan berkendara kuda menyusuri pantai "Tanjung Kokumi" ke arah utara sekitar 2 KM. Kami mengunjungi para imigran minahasa di "Mariri Matani" di sini kami menyaksikan jalan setapak yang indah,para imigran ini mengelola kebun mereka,menabur dan memetik bersama.kami menemui Hukum Tua kami juga di sambut banyak pria, yang mengenakan pakaian terbaik mereka.  Seluruh rumah dipenuhi dengan katun merah, putih, berwarna untuk menghormati para tamu, Semuanya ceria dan cerah, mereka berbicara tertawa, berteriak kegirangan, karena belum pernah ada tuan wolanda (orang Belanda) ke sana. 

fakta aneh dalam sejarah negri mereka, kami bertanya kepada mereka "apakah mereka ingin sekolah, seperti sesama suku mereka di Minahasa.?, mereka menjawab Jika tuan Raja mengizinkan, maka dengan senang hati,disini banyak yang mau belajar, Penghuni tempat ini berasal dari Arakan di Tombariri dan Toempaan di Sonder.  Kedua negeri ini juga dipimpin dan diwakili oleh Hoekoe pertama adalah keturunan Tombariri, dan kepala Hoekoem kadoewa dari Sonder.  Dari kepala suku yang lebih rendah disebut toea-u-lukar (sesepuh atau tetua penjaga), seperti di Tombariri, dan dua kapala-i-lukar (kepala penjaga), seperti di Sonder.ada dua lagi mëwètèng (penyalur).Dua kepala yang pertama, menurut keterangan mereka, tidak memiliki penghasilan selain menerima bantuan dari penduduk lima kali dalam setahun, sedangkan kepala lainnya hanya dua kali. 

Negri memiliki 31 rumah dengan 70 rumah tangga, yang membayar Pemerintah NLG 130 per tahun.  Raja Bolaang Mongondou setiap tahun menerima pajak mereka ƒ35 gulden, 35 gantang padi dan 3500 buah jagung Turki.  Selain itu, mereka memiliki taman untuk bekerja untuknya, yang sebelumnya menerima sejumlah pembayaran, tetapi sekarang tidak lagi. 

Sebagai Penjaga, mereka harus memelihara jembatan di jalan menuju Bantik, menjaga dan merawat jalan-jalan di Bolaang, serta membawa dan mengawal perjalanan Raja ke dan dari Mongondou.juga ada yang menjadi Juru Tulis di dalam kerajaan Bolaang Mongondo.

Apakah imigran minahasa merasa tertindas di Bolaang Mongondou ? Tidak sebaliknya mereka sangat puas dan mampu mencukupi kebutuhan sendiri
bersama-sama. 

Setiap tahun setelah panen padi, Raja dan kerajaan mengirim kain ke Hoekum-tua dari dua Mariri, yang kemudian harus di bagikan kepada penduduk, dan untuk itu Badja atau salah satu penyampai bra lainnya (beras yang dibentangkan) harus dikirim.  Ini bukan pertanyaan apakah seseorang ingin membeli atau tidak kain dikirim dengan sangat sederhana,dikirim pada waktu yang ditentukan.  Untuk sepotong Madapollam, yang bisa didapat dari orang Tionghoa seharga  ƒ 15 gulden, bisa di tukar dengan 85 beras, dan untuk sepotong kain biru, yang harganya ƒ5 hingga ƒ 6 gulden dari orang Tionghoa, mereka membayar 15 sampai 16 gantang beras.  Jika sekarang diasumsikan juga bahwa beras gantang berharga ƒ 0,80 di Bolaang (kami harus membayar ƒ1 dan biasanya lebih), maka mereka setidaknya akan memiliki sepotong Madapollam seharga ƒ 26 dan kain kapas biru seharga ƒ 12.  Hal ini dirasa memiliki pengaruh yang kecil. 

Kebijakan Radja sebelumnya sedikit buruk, karena harus memberikan 50 gantang beras untuk sepotong Madapollam dan 20 hingga 25 gantang untuk sepotong kapas biru. 

Orang Negri berada di lokasi dan medan pegunungan , di mana rumah-rumah kecil tersebar secara acak.  

Kami mengunjungi Lalalessan, (tempat Pengorbanan Leluhur) yang jauh dari negri.  Hanya ada tiga batu kecil yang melambangkan Rumengan, Katiweei, dan Mandei. Batu-batu untuk anak-anak itu, kata mereka, hanya ada di gunong-tanah (pegunungan di negeri itu) yang mereka maksud dengan tanah air mereka. 

Kami berangkat dari Mariri-matani ke arah selatan di selatan Mariri lama atau Waléoerè. Waléoerè berarti rumah tua atau tempat tinggal tua;  dan orang-orang negri disebut demikian, karena di sini para imigran pertama menetap, dan pendiri "Mariri matani" awalnya tinggal di sini.  Orang Negri, dengan 24 rumah dan 40 rumah tangga, dihuni oleh Minahasa dari berbagai distrik.  
Dahulu negeri ini cukup padat namun terjadi banyak kematian akibat wabah penyakit,negeri ini harus di bakar pada tahun 1864 akibat wabah sebagian imigran berpindah tempat. 

Hoekum-tua terlihat sudah tua, Namun ia adalah kesayangan pemerintahan di Bolaang, karena ia tidak pernah membantah, selalu menjadi hamba Raja yang patuh.  Kepala sebelumnya tidak seperti itu. Dia adalah orang yang sadar, bijaksana, memimpin dengan hati untuk bangsanya.  Dia menunjukkan hal ini dengan meminta Raja untuk dibebaskan dari beberapa pungutan dan jumlah yang sama tindakan dan persamaan hak dengan subjek lain,terutama orang kafir dan para bangsawan islam.Hal ini disepakati pihak kerajaan. 

Sama Halnya seperti Kepala Mariri Matani,Mariri Lama Mereka menjual padi, jagung turki, wol pohon, pisang, kambing dan ayam, mereka menukarnya dengan ikan, pedang (golok) atau kain linen asli.kepada Bolaang Mongondou.beternak  juga dilakukan seperti Babi, ayam, kambing,dan kuda. 

Nanassi.
2 6 Juni. Dari Nanasi bersama Jogugu Bolaang kami menggunakan perahu sope (kapal pedalaman) dengan dua orang pendayung,kapal ini di lengkapi dengan Bendera kain putih Segitiga dengan garis merah berkibar dengan tanda Kemuliaan kerajaan. 
Pukul delapan pagi kami sudah meninggalkan Bolaang menuju Poigar melewati tanjung Nonapan,di negeri ini terdapat 17 rumah imigran,sama halnya dengan Mariri Nonapan Juga setia kepada Raja Bolaang mongondou.beberapa mil dari Poigar adalah perbatasan dengan minahasa masuk dalam distrik Kawangkoan dan Rumoong. Tak lama kami kemudian kembali lagi ke Bolaang. 

Sumber : Tijdschrift voor zendingswetenschap, mededeelingen.hal.10-23 

Di abad ke 19 sekitar tahun 1906 rombongan guru guru minahasa masuk ke Bolaang Mongondow atas permintaan Raja Datu Cornelis manoppo pada saat sekolah Z.N.G (Zending Nedherlandsch Genoschap) di terima di Bolaang Mongondo mulai tahun 1901,Raja meminta guru guru pribumi minahasa daripada guru guru yang berasal dari eropa.mayoritas guru guru minahasa yang ada di Bolaang mongondow ini datang bersama keluarga dan mayoritas sudah tinggal menetap di Bolaang mongondo berikut daftar nama : 

Guru guru yg berasal dari minahasa yang di datangkan ke kerajaan Bolaang mongondow di tahun 1906 atas permintaan Raja D.C Manoppo untuk mengajar di sekolah zending. 

Guru guru asal minahasa bermarga antara lain : 
Rondonuwu
Sondak
Werung
Rembet
Tampemawa
Palapa
Pandegirot
Tumbelaka
Mandagi
Assa
Ngongoloi
Tombokan
Tandayu
Kawuwung
Wuisan
Saroionsong
Mandagi
Kodong
Supit
Kuhu
Mamesah
Angkau
Sumanti
Najoan
Lumanau
Kamasi
Matindas
Gumogar
Masinambau
Supit 

Pada umumnya guru guru dan mayoritas imigran Minahasa yang ada di Kotamobagu dan sekitarnya biasanya tinggal di tanah milik raja atau yang di setujui oleh Sangadi/Kepala Desa contoh Tumubui,Osion,Agoan adalah tanah milik raja yang di berikan Hak milik dan kelola.

Kemudian setelah indonesia merdeka dan saat itu Bolaang Mongondow menjadi Daerah Bolaang Mongondow dibukalah program pertanahan BRN (Badan Rekonsiliasi Nasional periode tahun 1955-1960 dimana terjadi pembukaan lahan baru di dumoga,keluarga bangsawan kerajaan Bolaang Mongondow membawa rombongan dari minahasa dan keluarga keluarga minahasa yang ada di kotamobagu membuka lahan di dataran dumoga.dan di tahun 1960-1970 periode terakhir imigran minahasa masuk ke Bolaang mongondow dimasa Bupati Oen Mokoagow dan Gubernur Worang merelokasi terdampak bencana letusan gunung soputan ke dataran dumoga,bersama masuknya imigran jawa bali. 

Dari sejarah awal masuknya imigran minahasa di abad ke 17 sudah ada sejak masa Datu Loloda Mokoagow dan Raja Salomon Manoppo catatan dan penellitian Wilken dan Swarzh di tahun 1867 mematahkan cerita perang dari sebagian narasi yang banyak di tulis dalam sejarah minahasa  bahwa suku Bolaang Mongondow berperang dengan minahasa namun Faktanya adalah kepentingan Politik dan ekonomi para elit terutama VOClah aktor utama yang menyebabkan konflik di antara para pemimpin.Jika Bolaang Mongondow dan minahasa berperang atas nama suku di pastikan tak akan pernah ada koloni minahasa di tanah adat Bolaang Mongondou yang kini telah menjadi warga masyarakat Bolaang Mongondow. 

Torang samua Basudara adalah benar adanya namun kadang butuh pembuktian dan penyelidikan di lapangan apakah benar narasi sejarah yang di tulis ataukah hanya karena demi kepentingan pihak pihak tertentu..? 

Sangat berbeda narasi sejarah di minahasa dan di Bolaang Mongondow ketika sejarah perang banyak di tulis dalam sejarah minahasa sebaliknya di Bolaang Mongondow sulit menemukan kisah sejarah perang yang mengkultuskan sisi warioritas semata,Justru yang awet dalam tutur lisan para leluhur Bolaang mongondow adalah Kisah cinta dan mahar adat yang wajib di taati karena sisi Romantismenya..! 

Dalam adat budaya mongondou siapapun anda,dari penjuru dunia manapun,dari clan dan marga apapun terutama jika  anda telah lahir di tanah Bolaang Mongondo anda adalah asli putra Bolaang Mongondow kenapa ? "Kinokontoyan in Buta Nobali Umat Nongkon Lopa In Totabuan" Darah,Tulang,Daging Dan Kulit di bentuk dari saripati tanah yang berasal dari Tanah Bolaang Mongondo.

Bahkan dalam Budaya kawin mawin yang di atur dalam adat mongondo ketika mempelai pria atau wanita dari suku manapun jika telah dilakukan prosesi Adat Mogama maka proses Ritual adat ini adalah pengakuan secara adat dan resmi telah menjadi bagian dari Rumpun Keluarga Mongondou. 

Dalam budaya mongondo pengakuan adat dan beradat ada pada perilaku dan tindakan yang berdasar pada "Mototompiaan = saling menghormati,Mototabian = Saling mengasihi,Mototanoban = Saling merindukan,Mo'oaheran = Saling pengertian,Mobobangkalan = saling menjaga dan bukan pada melihat golongan,agama atau suku dari mana...!

Leluhur Mongondow telah mengatur sistem adat yang mengikis serta menghilangkan sifat dan perilaku Sukuisme semata..!

#MotobatuMolintakKonTotabuan
#SavesejarahBMR
#DiBMRSejarahTorangSamuaBasudaraNyata

Comments